Pada 10 Juli 2914, satu hari setelah pencoblosan pemilihan Presiden RI, secara kebetulan saya bertemu Ilham Raja Intan, Presiden Direktur PT. Raja Grosir Asia, di Blok M Mall, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Saya berada dikawasan perbelanjaan itu, setelah selesai mengantar anak ke bus Damri untuk ke bandara Soekarno-Hatta.
Saya tidak ingat persis di mana dan kapan berkenalan dengan Ilham, tetapi dia kenal baik saya, sehingga kami segera akrab dan kemudian berbincang dalam banyak hal terutama pemilihan Presiden RI.
Dia bercerita, baru beberapa hari pulang ke Jakarta setelah sekitar 7 hari di Padang menemani Buya Safii Maarif yang turun menemui warga di Pasar, Masjid dan berbagai tempat di Sumatera Barat dalam rangka kampanye pemenangan Jokowi-JK.
Isu SARA Rontohkan Jokowi-JK
Semula saya berpendapat bahwa Jokowi-JK bakal memperoleh dukungan suara yang besar di Suamtera Barat. Setidaknya ada 3 (tiga) alasan yang mendasari. Pertama, isteri JK, Ibu Mufidah adalah orang Minangkau, yang dalam pemilihan Presiden, faktor suku dan asal-usul memberi pengaruh besar. Ternyata, yang dominan mempengaruhi pemilih di Sumatera Barat adalah isu agama bukan suku.
Kedua, Fahmi Idris, mantan Menteri Tenaga Kerja RI dan Menteri Perindustrian RI menurut informasi diberi kepercayaan menjadi koordinator tim sukses Jokowi-JK yang membawahi Sumatera Barat. Selain itu, Buya Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, yang juga cendekiawan dan tokoh agama serta tokoh masyarakat terkemuka di Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat, telah turun berkampanye untuk memenangkan Jokowi-JK.
Kedua, JK sebagai calon Wakil Presiden RI, telah bersilaturrahim dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan masyarakat di Sumatera Barat.
Upaya yang dilakukan secara maksimal belum membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan karena perolehan suara Jokowi-JK di Sumatera Barat, hanya sekitar 30 persen.
Selain itu, diberbagai wilayah di Indonesia yang masyarakatnya taat beragama seperti Banten, Jawa Barat, Nanggro Aceh Darussalam, Maluku Utara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan di pantai utara Jawa Timur, mayoritas memilih Prabowo-Hatta, karena kampanye hitam bernuansa SARA seperti Jokowi bukan Muslim, Jokowi keturunan China, yang melingkari Jokowi (PDI Perjuangan) mayoritas non Muslim, dan terakhir kampanye hitam yang dihembuskan bahwa Jokowi adalah keturunan Komunis.
Di samping itu, diterbitkan pula tabloid obor rakyat, yang seluruhnya isinya mendiskreditkan Jokowi. Maka kampanye hitam yang ditembakkan lawan politik ke Jokowi secara masif dan bergelombang, sangat mempengaruhi dan meruntuhkan elektabilitas Jokowi.
Sementara dukungan berbagai partai politik Islam, organisasi massa Islam, tokoh-tokoh Islam dan aktivis Islam, telah menggiring masyarakat di berbagai daerah yang selama ini dikenal sebagai basis massa Islam untuk memberi dukungan kepada Prabowo-Hatta. Capres dan cawapres ini telah diidentikkan sebagai pembela dan penyelamat Islam di Indonesia.
Untung saja calon Wakil Presiden adalah Muhammad Jusuf Kalla (JK), sehingga penetrasi dukungan massa Islam ke Prabowo-Hatta tidak menjalar secara masif di Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan lain-lain, karena semua tahu JK adalah Musytasyar (penasehat PB NU), Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, dan Ketua Dewan Etik Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).
Hikmah lain yang diperoleh, kawasan lain di Indonesia Timur seperti Papua dan Papua Barat, Maluku, Sulawesi Utara, lebih memilih Jokowi-JK sebagai pelindung keragaman dan ke binnekaan Indonesia.
Jokowi Sudah KehendakTuhan
Menurut Ilham Raja Intan, melihat perjalanan karir politik Jokowi, dari Walikota Solo, belum selesai masa kepemimpinannya periode kedua sudah dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta, yang diikuti para tokoh politik nasional terkenal serta Gubernur DKI Jakarta sebagai petahana (incumbent), Jokowi yang berpasangan Ahok, bisa memenangkan putaran pertama dan kedua, Pada hal semua kekuatan politik, media dan uang mendukung Fauzi Bowo-Nachrawi Ramli, tetapi kemenangan Jokowi-Ahok tidak terbendung.
Baru 1,5 tahun Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, Ketua Umum PDI Perjuangan kembali mencalonkan Jokowi menjadi calon Presiden RI. Pada hal Jokowi bukan elit PDI Perjuangan, juga bukan keturunan biologis Bung Karno.
Setelah Jokowi dicalonkan menjadi Presiden RI, kampanye hitam dan segala macam fitnah disasarkan kepadanya, sehingga elektabilitasnya tertahan dan nyaris disalip Prabowo-Hatta.
Akan tetapi, tangan Tuhan datang menolong melalui Konser Salam Dua Jari di Gelora Bung Karno menjadi lautan manusia, dan dalam debat capres dan cawapres terakhir di Hotel Bidakara Jakarta, Jokowi-JK tampil mengagumkan, sehingga pasangan ini kembali rebound dan menjadi pemenang pemilihan Presiden RI versi Quick Count dari 8 (delapan) lembagai kredibel dan independen.
Kemenangan tersebut kembali dihambat dengan menggunakan tangan 4 (empat) lembaga survei yang ditengarai “tidak kredibel dan diduga “pesanan”, yang mengumumkan Quick Count mereka bahwa pemenang pemilihan Presiden adalah Prabowo-Hatta.
Upaya terakhir yang dilakukan untuk menyetop Jokowi menjadi Presiden RI dan JK menjadi Wakil Presiden RI, diumumkannya Real Count versi PKS bahwa capres-cawapres yang mereka dukung, unggul dalam pemilihan Presiden RI.
Dalam mengakhiri tulisan ini, saya ingin kembali mengungkapkan firman Allah “Qulillahumma maalikal mulki tu’tilmulka man tasyaa watanziu’l mulka mimman tasyaa, wa tui’zzu man tasyaa wa tuzillu man tasyya biyadikal hair innaka alaa kulli syaiin qadiir” (Katakanlah Allah adalah pemilik kerajaan (kekuasaan). Dia memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki, dan Dia mencabut kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki. Dan Dia memuliakan kepada siapa yang dikehendaki, dan menghinakan kepada yang dikehendaki. DitanganNyalah kebaikan. Sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu).
Kalau Allah sudah menghendaki, tidak ada kekuatan yang bisa menghalangi. Mereka membuat makar dan Allah adalah sebaik-baik pembuat makar.
Wallahu a’lam bisshawab
Tinggalkan komentar