Feeds:
Pos
Komentar

Archive for April, 2012

Musni Umar, Ph.D

Minggu, 29 April 2012, Reporter: Jacob Billi Octa

Merdeka.com: Sosiolog Musni Umar menilai fenomena pacaran yang berakhir dengan penganiayaan hingga pembunuhan sang kekasih, tidak bisa dilepaskan dari kontrol masyarakat. Menurut Musni, fenomena ini menunjukkan hilangnya kesadaran di masyarakat untuk melakukan kebaikan, seperti menegur ataupun melarang sepasang kekasih berciuman di tempat umum.

“Masyarakat terlalu permisif, serba boleh. Hanya cuek ketika mengetahui seseorang bersama pasangannya melakukan cium-ciuman di jalanan atau di tempat tersembunyi,” ujar Musni kepada merdeka.com, Minggu (29/4).

Karena tidak ada teguran atau larangan dari masyarakat, pacaran sering berujung pada hubungan badan di luar nikah. Hingga akhirnya, karena tidak memiliki kesiapan secara mental dan materi, dengan tega sang pacar menghabisi kekasihnya.

“Merasa hubungan seksual diluar nikah bukan merupakan aib, tapi ketika sudah hamil baru sadar kalau itu aib. Karena tidak ada persiapan yang matang, maka tidak jarang pembunuhan terjadi,” terang Musni.

Sebelumnya, di Bojonegoro dan di Kabupaten Tangerang, pria tega menghabisi nyawa kekasihnya secara sadis, gara-gara tidak menerima kenyataan bahwa sang kekasih mengandung janin hasil hubungan gelap di antara keduanya.

Kasus wanita dibunuh pacarnya juga terjadi di Kampung Garedog RT1/5 Desa Rancabuaya Kecamatan Jambe, Kabupaten Tangerang. Mayat Izzun Nahdiiyah (24), Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah itu ditemukan di Jalan Ciangir, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, Sabtu (7/4/2012).

Pelakunya adalah kekasihnya Muhammad Soleh alias Oleng (33). Soleh tega menggorok Izzun hanya lantaran kecewa laptop yang dipinjamnya ditagih. Lebih tragis Izzun juga diperkosa secara bergiliran sebelum dibunuh.

(mdk/yac)

Read Full Post »

Oleh Musni Umar

Musni Umar dan Darwis Adjie

 Pembangunan pada hakikatnya adalah untuk masyarakat.  Dalam pelaksanaan pembangunan, sejatinya  harus bermula dari aspirasi masyarakat baik dari  perseorangan atau kelompok yang tergabung dalam berbagai organisasi sosial, profesi,  maupun  partai politik. Begitu juga dalam pelaksanaan pembangunan, harus melibatkan partisipasi masyarakat sebagai pelaksana,  pengawas dan evaluator pelaksanaan  pembangunan.

Dalam  pembangunan secara garis dapat dibagi,  paling tidak dapat dibagi kepada  lima bahagian. Pertama, pembangunan pisik seperti pembangunan jembatan, jalan, perumahan  gedung,  trotoar jalan, parit, selokan, taman, pelabuhan,  dan lain sebagainya.

Kedua, pembangunan sosial atau masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, tenaga kerja,  dan lain sebagainya.

Ketiga, pembangunan ekonomi seperti perdagangan, industri/pabrik untuk memproduksi barang, industri kreatif,  ekspor-impor, jasa dan lain sebagainya.

Keempat, pembangunan keagamaan seperti membangun sarana ibadah, pendidikan agama, haji, kerukunan umat beragama dan lain sebagainya.

Kelima, pembangunan politik  seperti membangun kesadaran bela negara, cinta tanah air,  deteksi dini untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, partisipasi politik dalam pemilu/pemilukada, dan lain sebagainya.

Peranan dan Partisipasi Masyarakat

Peserta Sosialisasi dalam kegiatan Kesbangpol Jakarta Utara, 27 April 2012, Hotel Puri Ayuda Rsort Mega mendung, Bogor

Untuk menyukseskan pembangunan di DKI Jakarta pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, peranan dan partisipasi masyarakat merupakan keniscayaan. Dapat dikatakan sukses tidaknya pelaksanaan  pembangunan, amat ditentukan besar kecilnya peranan dan partisipasi masyarakat.  Semakin besar peranan dan partisipasi masyarakat, semakin besar peluang suksesnya pembangunan, begitu pula sebaliknya, semakin kecil peranan dan partisipasi masyarakat, tingkat keberhasilan pembangunan akan kecil pula.

Untuk mendorong peningkatan peranan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, maka pendidikan menjadi ujung tombak sama ada pendidikan formal maupun pendidikan informal seperti pelatihan singkat, kursus, pengajian, seminar, sarasehan, dialog, dan lain-lain.

Itu diperlukan sepanjang masa dan mesti dilaksanakan terus-menerus karena kesadaran dan semangat selalu mengalami pasang surut tak obahnya siang dan malam. Setelah diberi pencerahan, penyadaran, semangat dan motivasi, peranan dan partisipasi masyarakat akan meningkat.  Setelah berlalu beberapa waktu lamanya, secara pelan tapi pasti, semangat dan motivasi untuk berperanan dan berpartisipasi dalam pembangunan  akan meredup.

Oleh karena itu, pelaksanaan program yang dilakukan Kesbangpol Jakarta Utara ini sangat penting untuk menyemangati  semua peserta supaya kembali meningkatkan peranan dan partisipasi dalam pembangunan di DKI Jakarta dan lebih khusus di Jakarta Utara.

Menyukseskan Pemilukada DKI

Peserta Sosialisasi program Kesbangpol Jakarta Utara, 27 April 2012

Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa salah satu bahagian dari pembangunan ialah pembangunan politik dalam rangka pengamalan demokrasi.

Wujud dari pembangunan politik dan pengamalan demokrasi  yang amat penting  ialah pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) provinsi DKI Jakarta yang akan dilaksanakan pada 11 Juli 2012.

Adapun peranan dan partisipasi yang dapat dilakukan masyarakat DKI,  khususnya pengurus RT/RW, tokoh etnis, tokoh agama, dan tokoh pemuda serta LSM terutama menjelang pemilukada,  saat pelaksanaan,  dan sesudah pemilukada antara lain:

Pertama, melakukan deteksi dini  terhadap kondisi  keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di lingkungan masing-masing. Sekecil apapun gejala dan potensi gangguan Kamtibmas harus dideteksi, kemudian dilakukan pendekatan, musyawarah dan pemecahan masalah.  Dalam hal ini, peranan dan partisipasi pengurus RT/RW, tokoh etnis, tokoh agama dan Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK) menjadi amat strategis karena mereka berada  digarda terdepan dalam masyarakat.

Mereka sangat diperlukan untuk berperanan dan berpartisipasi memecahkan berbagai persoalan di masyarakat dalam lingkup RT/RW yang bisa mengganggu Kamtibmas.  Kalau sudah timbul masalah dan tidak bisa dipecahkan, harus cepat dilaporkan kepada keamanan (polisi) supaya  dilakukan penanganan masalah secara cepat dan tepat.

Hal tersebut sangat diperlukan dan penting karena DKI sebagai pusat pemerintahan, merupakan pusat pertarungan politik, ekonomi, sosial dan pintu gerbang bagi kepentingan dunia internasional. Maka, dalam rangka pelaksanaan  pemilukada DKI, masalah keamanan mulai dari lingkungan terkecil (RT/RW)  sampai lingkungan Jakarta Utara, dan DKI pada umumnya, sangat penting diciptakan, karena sedikit saja terjadi kekacauan dan gangguan keamanan, akan memberi resonansi di seluruh pelosok tanah air dan dunia internasional.

Oleh karena  itu, sangat diperlukan peningkatan peranan dan partisipasi pengurus RT/RW, tokoh etnis, tokoh  agama dan anggota LMK terutama menjelang, pada saat berlangsung pemilukada DKI dan sesudahnya.    Tidak bisa semua persoalan  diserahkan kepada polisi, mengingat terbatasnya jumlah mereka dan luasnya lingkungan yang harus diamankan.

Kedua, meningkatkan peranan dan partisipasi pengurus RT/RW, tokoh etnis, tokoh agama, anggota LMK dan LSM untuk mendorong masyarakat supaya menggunakan hak pilihnya. Hal ini penting karena indikator suksesnya pemilukada antara lain besar kecilnya partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Semakin besar keikut-sertaan masyarakat dalam pemilukada, semakin besar legimasi pemilukada dan Gubernur/Wakil Gubernur terpilih.

Ketiga, berperanan dan berpartisipasi aktif dalam memberi pencerahan, penyadaran dan pengetahuan tentang pentingnya mencegah dan menolak politik uang, karena politik uang akhirnya akan melahirkan pemimpin yang korup dan tidak bisa membangun kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, Oleh karena,  setelah terpilih menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, hanya memikirkan bagaimana mengembalikan modal yang dikeluarkan selama menjadi pengantin pada saat pemilukada.

Selain itu, dari segi hukum positif, hukum agama dan norma mengharamkan politik uang. Bahkan dalam ajaran  agama,  Tuhan mengutuk (melaknat) mereka yang menyogok dan menerima sogok. Ditegaskan bahwa penyogok dan penerima sogok tempatnya di negara.

Politik uang adalah nama lain dari perbuatan menyogok dan menerima sogok, yang sangat merugikan masyarakat dan negara, sehingga diharamkan untuk dilakukan oleh siapapun.

Keempat, memberi teladan kepada pemilih untuk memilih calon Gubernur/Wakil Gubernur DKI yang dianggap terbaik.  Semua calon Gubernur/Wakil Gubnernur DKI  adalah kader terbaik bangsa, tetapi masyarakat penting dipandu untuk memilih calon Gubernur/Wakil Gubernur dalam rangka kesinambungan dan peningkatan pembangunan DKI Jakarta di masa mendatang.

Kesimpulan

Pembangunan Kota Jakarta memerlukan peranan dan partisipasi masyarakat yang berkelanjutan di seluruh lapangan kehidupan.

Untuk bisa berperanan dan berpartisipasi secara maksimal dan berkelanjutan dalam pembangunan di DKI, diperlukan setiap warga DKI meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan kepedulian terhadap DKI.

Salah satu bidang yang memerlukan peranan dan partisipasi masyarakat ialah menyukseskan pemilukada DKI 11 Juli 2012.  Dalam hubungan itu, pengurus RT/RW, tokoh etnis, tokoh agama, pimpinan ormas, LSM  dan pemuda serta seluruh pemangku kepentingan di masyarakat,  sangat penting dan diperlukan peranan dan partisipasinya.

Disamping itu, peningkatan peranan dan partiipasi masyarakat  untuk menjaga keamanan dilingkungan masing-masing amat diperlukan. Selain itu, amat perlu memberi pencerahan dan penyadaran supaya setiap warga DKI yang memenuhi syarat menjadi  pemilih, menghindari dan melaporkan jika terjadi politik uang, memberi teladan kepada masyarakat supaya memilih calon Gubernur/Wakil Gubernur yang terpercaya (amanah), jujur (sidiq) cerdas (fathanah) dan komunikatif dengan masyarakat (tabligh) supaya  bisa melanjutkan, meneruskan  dan meningkatkan pembangunan di berbagai bidang di DKI Jakarta.

Mega Mendung Bogor,  27Juli 2012

*  Drs. Musni Umar, SH., M.Si  Ph.D adalah Sosiolog, menyelesaikan pendidkan doktoral di Fakultas Sains Sosial dan Kemanusiaan, Univ. Kebangsaan Malaysia (UKM). Kini menjadi pengajar dan Direktur Eksekutif Institute for Social Empowerment and Democracy (INSED) 

*  Tulisan ini merupakan makalah penulis yang dipresentasikan dalam Sosialisasi Pemantapan Deteksi Dini bagi Pengurus  RT/RW, LMK, Tokoh Etnis Kota Administrasi Jakarta utara, di Hotel Puri Ayuda Resort, Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat.

Read Full Post »

Musni Umar: Jangan Memilih Pejabat yang Moral Buruk

Merdeka.com, 26 April 2012


Reporter: Dedi Rahmadi

Video porno merupakan momok mengerikan bagi politisi, karena mampu dijadikan senjata ampuh bagi lawan politiknya. Masyarakat harus waspada dalam memilih pejabat, pelajari jejak rekamnya sebelum memilih.

“Kuncinya dari rakyat, harus menggunakan nalar yang bagus. Jadi jangan lagi masyarakat memilih politisi yang sudah diketahui memiliki mental buruk,” ujar Sosiolog, Musni Umar kepada merdeka.com di Jakarta, Kamis (26/4).

Musni mengatakan, banyak faktor yang memungkinkan para politisi bermental kurang bagus menduduki tampuk singgasana di atas publik. “Faktor pendidikan kurang, dan kemiskinan akhirnya memilih siapa yang memberi uang dan mengambil hati publik,” ujarnya.

Menurut Musni, para politisi musti harus ekstra waspada karena publik sangat memperhatikan gerak gerik mereka dari media massa. Menjadi seorang pejabat  harus menjadi teladan bagi masyarakat, dan menjaga kredibilitas.[hhw]

Read Full Post »

Gadis Indonesia Diimbau Tak Jadi Artis Film Porno

Reporter: Ramadhian Fadillah, Merdeka.com, selasa, 17 April 2012
Tiga gadis yang mengaku berasal dari Indonesia sukses menjadi artis porno di Amerika Serikat. Mereka adalah Angelina Lee yang mengaku dari Makassar. Selain itu ada pasangan Jade dan Nyomi Marcella yang berasal dari Tegal.

Sosiolog Musni Umar menilai tindakan gadis-gadis itu memalukan Indonesia. Walaupun jika sudah berpindah warga negara dan lama tinggal di AS, tetap saja jika mengaku berasal dari Indonesia, ini akan berdampak pada Indonesia.

“Ini tinggal wajah dan posturnya saja yang Indonesia. Tapi norma, dan kelakuannya sudah tidak peduli pada adat ketimuran,” ujar Musni pada merdeka.com, Selasa (16/4).

Musni menambahkan jika norma sudah tidak dipegang, mudah saja orang tergiur untuk menggeluti segala profesi. Apalagi menjadi bintang film porno dinilai bisa cepat mendatangkan ketenaran dan uang.

“Jangan sampai wanita Indonesia mengikuti jejak mereka. Jangan hanya tergiur dengan materi yang semu,” kata Musni.

Sebelumnya, seorang wanita asal Makassar menjadi bintang film porno di Amerika Serikat (AS). Wanita bernama Angelina Lee ini masuk dalam jajaran artis top film porno AS.

Dalam biodatanya, Angelina mengaku berasal dari Makassar, Indonesia. Dia dilahirkan 12 Maret 1984. Dia juga menuliskan warna rambutnya hitam dan bermata coklat. Seperti biodata artis porno lainnya, di sana disebutkan juga ukuran bra Angelina 34C. Wajah Angelina memang khas Asia Tenggara.

Angelina Lee sering dipanggil Lina Lee. Kini dia tinggal di Hawai. Untuk satu judul video porno, Angelina bisa dibayar miliaran rupiah. Angelina sudah main film porno sejak 2007. Namanya sudah dikenal sebagai artis porno untuk kategori Asian. Pria hidung belang memang menyukai wanita-wanita asal Asia untuk membintangi film porno mereka. Namun belum dipastikan apakah Angelina Lee ini benar-benar asli Makassar atau cuma mengaku-ngaku saja.[ian]

Read Full Post »

Musni Umar Ph.D

Pemilu merupakan sarana pengamalan demokrasi. Dapat dikatakan tidak ada demokrasi, tanpa pemilu. Walaupun begitu, pemilu bukanlah tujuan. Ia hanya sebagai sarana untuk memilih anggota  parlemen dan pemimpin eksekutif di pusat dan daerah.

Adapun tujuan kita berbangsa dan bernegara adalah antara lain  untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuangdalam pembukaan UUD 1945..

Berkaitan dengan diskursus UU Pemilu, menjadi pertanyaan, apakah produk UU Pemilu yang baru saja disahkan, dapat membawa bangsa ini bangkit dan maju di masa depan?

Sebagai sosiolog, saya tidak  ingin membahas satu persatu pasal-pasal dalam UU Pemiliu, tetapi  sebagai kontribusi dalam diskusi, perkenankan saya  menyampaikan permasalahan besar yang dihadapi bangsa Indonesia  dalam berdemokrasi.
1.  Permasalahan Kemiskinan

Permasalahan pertama  yang dihadapi bangsa ialah kemiskinan. Para ilmuan sosial telah sepakat bahwa pada hakikatnya tidak ada demokrasi dikalangan orang-orang miskin.  Pada hal, jumlah orang-orang miskin di Indonesia masih besar jumlahnya.    BPS menyebutkan bahwa jumlah orang-orang miskin terus mengalami penurunan. Statistik kemiskinan 2 Januari 2012 menyebutkan jumlah orang miskin sekitar  29,89 juta orang (12,36 persen). Sementara posisi Maret 2011 sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen).

Akan tetapi, para pengamat yang kritis melihat jumlah orang miskin dengan merujuk kepada jumlah panerima beras miskin (Raskin) yang dikemukakan BPS 2012 sebanyak 17,5 juta keluarga (70 juta orang). Selain itu, ada yang merujuk kepada  jumlah kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) 2012 yang diperkirakan sebanyak 19,1  juta keluarga (76,4 juta orang).

Sebenarnya untuk menetapkan jumlah orang miskin sangat ditentukan besar kecilnya batas miskin yang ditetapkan. Kalau batas miskin menggunakan standar Bank Dunia (World Bank) 2 Dolar Amerika Serikat, maka pasti jumlah orang miskin masih  besar jumlahnya.

Akan tetapi, kalau menggunakan ukuran misalnya 1 dolar Amerika Serikat, maka orang-orang miskin, sudah pasti semakin berkurang jumlahnya.  BPS dalam mengukur jumlah orang miskin, menggunakan angka garis miskin sebagai batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang adalah sebesar Rp 243.729 perkapita per bulan. Artinya kalau seseorang berpenghasilan diatas Rp 8.124 per hari per jiwa, dianggap tidak miskin.

Pertanyaannya, UU Pemilu ini apakah juga mengatur pelaksanaan hak-hak demokrasi orang-orang miskin, sehingga pemilu tidak menjadi ajang pengamalan korupsi dalam bentuk “sogok atau suap” untuk meraih dukung pemilih orang-orang miskin dalam pemilu.
2.  Permasalahan Budaya

Mayoritas penduduk Indonesia adalah suku Jawa, dan budaya yang dominan adalah budaya Jawa. Budaya yang ramai diamalkan orang-orang miskin dalam berdemokrasi adalah budaya warung yang bercorak transaksional.  Artinya, siapa yang membeli barang dan membayar, dialah yang akan diberi barang. Dalam pengamalan demokrasi, siapa yang memberi uang dan sembako kepada mereka, dia yang dipilih.

Budaya semacam ini dalam praktik berdemokrasi, telah menciptakan simbiosis mutualistik antara seorang calon dengan pemilih. Kedua belah pihak mendapatkan manfaat, yaitu  calon legislatif di semua tingkatan, begitu pula calon pemimpin eksekutif di pusat dan  di daerah (kabupaten, kota dan provinsi) yang  memerlukan dukungan suara, dan para pemilih yang memerlukan uang,  bertemu dalam satu kepentingan. Budaya semacam ini, sering juga disebut budaya patron-client, yaitu kedua belah pihak saling melayani dan saling  ketergantungan.

Itu sebabnya dalam pengamalan demokrasi di Indonesia,  sangat ramai diamalkan politik uang (money politic) yang tidak lain merupakan pengamalan dari  budaya warung yang bercirikan transaksional.

Pertanyaan, apakah UU Pemilu sudah mengatur hal tersebut supaya politik uang tidak semakin merajalela.

Persoalan lain yang berkaitan dengan  budaya dan faham agama dalam pengamalan demokrasi, ialah mayoritas pemilih adalah orang Jawa yang sudah tersebar di seluruh pelosok tanah air.

Masalah ini sangat penting  terutama dalam pemilu Presiden/Wakil Presiden.  Kalau budaya yang dominan adalah budaya Jawa, maka pertanyaannya apakah calon Presiden dari luar Jawa  memiliki peluang untuk terpilih dalam pemilu Presiden/Wakil Presiden?

Jika merujuk hasil dua pemilu Presiden/Wakil Presiden di era Orde Reformasi, di mana Presiden/Wakil Presiden di pilih langsung oleh rakyat Indonesia dalam suatu pemilihan umum, dan berdasarkan hasil penelitian saya di Solo Jawa Tengah, tahun 2004 dan 2006,  saya dapat katakan bahwa peluang calon Presiden/Wakil Presden dari luar Jawa tidak besar.

Belum lagi kalau dikaitkan dengan stratifikasi sosial keagamaan di Indonesia, yang masih mendikhotomikan antara abangan dan santri, dapat disimpulkan bahwa golongan abangan lebih besar jumlahnya dibanding santri, yang pada umumnya  di Jawa.

Masalah tersebut pasti tidak dirumuskan dalam UU Pemilu. Kita kemukakan hal itu  untuk mengingatkan bahwa bangsa ini  menghadapi persoalan besar setelah amandemen UUD 1945 dalam pengamalan demokrasi.

3.  Permasalahan Pendidikan

Permasalahan keempat adalah pendidikan mayoritas bangsa Indonesia yang masih rendah.  Sebenarnya, kita amat berharap setelah ditetapkannya Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah sekurang-kurangnya dua puluh persen untuk pendidikan.

Dalam implementasinya, dapat dikatakan gagal meningkatkan tingkat pendidikan mayoritas bangsa Indonesia. Walaupun dipopulerkan “pendidikan gratis,” dalam kenyataan tidak dapat diikuti oleh orang-orang miskin. Oleh karena yang gratis, hanya pembayaran sekolah, sementara buku dan  alat tulis,  pakaian seragam, sepatu, uang transport, uang makan dan sebagainya harus ditanggung oleh orang tua, yang mayoritas tidak sanggup.

Setelah berlangsung Orde Reformasi 13 tahun lamanya, seharusnya tingkat pendidikan bangsa Indonesia mayoritas sudah mendekati SLA. Kenyataannya masih setingkat SD.

4.   Permasalahan Kelas menengah

William Liddle pernah  mengatakan bahwa yang dapat menjadi penyokong tegaknya  demokrasi adalah  kelas menengah (middle class). Lebih lanjut Liddle mengemukakan  “jika demokrasi mau diamalkan maka kelas menengah harus kuat.”

Dari pandangan Liddle tersebut dapat  dikatakan bahwa tidak ada demokrasi tanpa kelas menengah. Pertanyaannya, sudah berapa besar jumlah kelas menengah di Indonesia?

Kalau kita melihat struktur sosial (social structure) bangsa Indonesia yang berbentuk piramida sosial, di mana masyarakat bawah (lower class) sangat besar, dan kelas atas (high class) serta kelas menengah (middle class) masih   kecil jumlahnya, dapat dikatakan bahwa  kelas menengah di Indonesia, belum dapat menjadi penggerak utama (prime mover) demokrasi.

Akan tetapi, ada perkembangan yang menggembirakan bahwa berdasarkan data Bank Dunia, pada 2003 jumlah kelas menengah di Indonesia sekitar 81 juta jiwa atau 37,7 persen. Sedangkan pada 2010 kelompok ini meningkat menjadi 131 juta jiwa atau 56,5 persen. Pada periode itu setiap tahun sekitar 7 juta jiwa penduduk meningkat dari kelas penghasilan rendah ke penghasilan menengah. Peningkatan di kelas menengah didominasi oleh mereka yang berada di tingkat pengeluaran US$2-6 per hari.

Siapa yang disebut kelas menengah? Bank Dunia mendefinisikan yang disebut kelas menengah adalah penduduk dengan pengeluaran US$2 hingga US$20.

Kelas menengah itu masih dibagi beberapa bagian yaitu pengeluaran hariannya US$2-4 sebanyak 38,5 persen, pengeluaran harian US$4-US$6 sebesar 11,7 persen, pengeluaran harian US$6-US$10 sebesar 5 persen, dan pengeluaran US$10-20 sebesar 1,3 persen.

UU Pemilu 2012,  dapat  dikatakan baru sekedar untuk  melayani dan melindungi kepentingan para elit yang sedang berkuasa di parlemen dan eksekutif dan kelas menengah (middle class), yang moga-moga semakin mendorong dan  mengukuhkan pengamalan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.

Kesimpulan

UU Pemilu yang baru disahkan April 2012, belum bisa banyak diharapkan untuk memperkuat demokrasi di Indonesia karena bangunan sosial bangsa ini untuk berdemokrasi masih lemah.

Hiruk-pikuk perbincangan masalah UU Pemilu dan upaya sekelompok masyarakat untuk melakukan uji kesahihan UU Pemilu yang baru khususnya pasal 8 ayat (1) dan pasal-pasal terkait terhadap Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, lebih terkait kepada kepentingan elit diluar lingkaran kekuasaan, sementara masyarakat hanya dijadikan alasan pembenaran apa yang dituntut.

Untuk mencegah semakin merajalelanya politik uang dalam pemilu, hukuman berat bagi yang melakukan politik uang harus diberlakukan dengan menggugurkan sebagai calon.  Selain itu, anggaran pemilu bagi parpol sebaiknya ditanggung oleh negara. Ini diperlukan untuk mengurangi tingkat korupsi yang dilakukan kader-kader partai di legislatif dan eksekutif.

Selain itu, kampanye di TV harus adil bagi semua partai politik, tidak bisa seperti sekarang. Pemilik TV yang mempunyai partai politik, partai besar dan kecil, harus sama jumlah slot yang ditayangkan dalam kampanye.

Terakhir, seluruh kader partai politik dan partai politik, harus melakukan pendidikan politik kepada rakyat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Musni Umar adalah Sosiolog, menyelesaikan Ph.D pada Fakultas Sains Sosial dan Kemanusiaan, Univ. Kebangsaan Malaysia (UKM). Saat ini adalah Direktur Eksekutif Institute for Social Empowerment and democracy (INSED)

* Makalah singkat ini adalah bahan diskusi Insan Cita Sejahtera yang disampaikan penulis dalam rangka diskusi bertajuk “UU Pemilu dalam harapan, Kenyataan Pelaksanaan dan Peningkatan Demokrasi di Indonesia,” pada 25 April 2012 di Kediaman Firdaus Wadjdi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Read Full Post »

Partisipasi Politik Perempuan di DKI Jakarta

Partisipasi Politik Perempuan di DKI Jakarta

Oleh Musni Umar, Ph.D

Musni Umar Ph.D ketika jadi pembicara dlm peluncuran buku Eddie M. Nalapraya di Balai Kota DKI, 2011

 Dari segi konstitusi (Pancasila dan UUD 1945), perempuan Indonesia mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki.  Perempuan dan laki-laki mempunyai hak, kedudukan dan kesempatan yang sama untuk memperoleh layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, hak untuk hidup, hak kemerdekaan pikiran, hak untuk tidak disiksa, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, hak untuk berserikat, berorganisasi, berpolitik, dan berbagai hak universal yang dilindungi oleh hukum.

Singkat kata semua hak yang dimiliki laki-laki, juga dimiliki oleh perempuan, sehingga dapat dikatakan bahwa perempuan dan laki-laki tak obahnya duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.  Perempuan dan laki-laki mempunyai kedudukan sama, yang dijamin dan dilindungi oleh Negara.

Dari segi agama, perempuan dan laki-laki mempunyai kedudukan yang sama. Ditegaskan  bahwa yang paling mulia disisi Allah ialah yang paling bertakwa. Perbedaannya dari sisi fisik saja, yaitu laki-laki lebih kuat daripada perempuan.  Kemudian diatur pembagian peran, laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan perempuan ibu rumah tangga.

Dari segi budaya, masih ada dalam masyarakat karena perempuan dalam banyak hal ditempatkan pada posisi yang tidak seimbang dengan laki-laki. Perempuan lebih banyak diberi peran untuk mengurus  rumah tangga, menjaga, memelihara,  mendidik dan membesarkan anak-anak, sehingga peranan perempuan dalam berbagai bidang termasuk dalam partisipasi politik, belum seimbang dan sama dengan laki-laki.

Meningkatkan Partisipasi Politik Perempuan

Musni Umardan Indra, Kesbangpol Jaksel

Meningkatkan partisipasi politik perempuan, merupakan keniscyaan di masa kini dan masa mendatang.  Akan tetapi,  tidak mudah melakukannya karena berbagai faktor.  Pertama, kesadaran perempuan untuk berkiprah dan berpartisipasi di dunia politik masih rendah.  Kedua, perempuan lebih suka mengurus anak-anak, suami dan berbelanja.

Ketiga,   orang tua dan suami pada umumnya tidak suka anaknya yang perempuan dan isteri dari suami banyak di luar rumah, sementara partisipasi politik sarat dengan kegiatan diluar rumah seperti rapat, bertemu konstituen (masyarakat),  diskusi politik, menghadiri undangan, dan mengikuti perkembangan politik.  Keempat,  keluarga  belum besar dukungan nya kepada perempuan untuk berkiprah di dunia politik.

Kelima, masyarakat  masih kurang memberi dorongan dan dukungan terhadap perempuan untuk memenangkan pertarungan politik.

Apa yang harus dilakukan untuk mendorong peningkatan partisipasi politik perempuan di DKI pada khususnya dan Indonesia pada umumnya? Pertama, harus dimulai pendidikan dari keluarga, bahwa berkiprah serta berpartisipasi di dunia politik adalah salah satu bagian yang penting untuk membangun masyarakat,  bangsa dan Negara.

Kedua, anak perempuan yang mengikuti pendidikan sejak di sekolah menengah,  sebaiknya didorong untuk mengikuti organisasi seperti OSIS, PII, HMI dan lain-lain.  Sekarang ini, perempuan  yang banyak  berkiprah di dunia politik adalah mereka yang sejak menjadi  pelajar dan mahasiswa  telah aktif di berbagai organisasi pelajar, dan organisasi kemahasiswaan.  Belakangan ini muncul para artis, yang dipilih oleh masyarakat karena cantik dan popular.

Ketiga, melakukan advokasi terhadap kaum perempuan supaya terpanggil  untuk berpartisipasi  dalam politik.  Kegiatan yang diadakan oleh Kesbangpol Jakara Selatan misalnya, merupakan salah satu upaya untuk memberi advokasi, pencerahan, dan penyadaran terhadap kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam bidang politik.

Keempat, mempersiapkan anak-anak perempaun sejak dini  untuk terpanggil dan tertantang memasuki dunia politik.  Dengan cara ini, maka di masa depan akan semakin banyak perempuan yang berkiprah dan berpartisipasi dalam kancah politik.

Kelima, member pencerahan, penyadaran dan dorongan kepada kaum perempuan supaya dalam berbagai kegiatan politik seperti berpartisipasi dalam kampanye,menjadi  juru kampanye, pemilih , menjadi calon anggota legislatif,  calon Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/wakil Walikota, Bupati/wakil Bupati dan lain sebagainya.

Peluang Perempuan dalam Politik

Kaum  perempuan di DKI dan Indonesia pada umumnya,  sebenarnya mempunayi peluang dan kesempatan yang besar untuk berpartispasi dalam dunia politik, tidak hanya sebagai pengembira seperti selama ini.

Diera Orde Reformasi, peluang perempuan semakin terbuka untuk menjadi pemain, bukan lagi sekedar partisipan pasif.    Setidaknya, ada empat faktor yang member harapan terbukanya peluang kepada kaum perempuan untuk meningkatkan perannya di dunia politik.

Pertama,  semakin banyak perempuan yang berpendidikan dan memiliki kesadaran pentingnya perempuan terjun ke dunia politik untuk  berpartisipasi membangun Indonesia yang maju dan sejahtera.

Kedua,  tren politik nasional di era Orde Reformasi  yang member I alokasi 30 persen kepada kaum perempuan untuk menjadi calon anggota legislative.  Dampaknya mulai terlihat sejak awal Orde Reformasi seperti dikemukakan Dr. Nurhayati Assegaf bahwa:  “Pada Pemilu tahun 1999 hanya terdapat 9% dari 462 anggota DPR RI yang merupakan anggota perempuan, namun pada Pemilu 2004 meningkat menjadi 11%. Peningkatan tersebut salah satunya didorong oleh lahirnya 2 UU di bidang politik, yaitu UU 31 tahun 2002 tentang Parpol dan UU No.12 tahun 2003 tentang Pemilu. Bahkan pada pemilu 2009 lalu angka prosentasenya telah mencapai 17% dari seluruh keanggotaan DPR RI yang berjumlah 560 orang.”(Dr. Nurhayati, Peningkatan Partisipasi Politik Perempuan, Detik News, Selasa, 08/03/2011).

Ketiga, tealh muncul Walikota/Bupati dari kalangan perempuan di beberapa daerah yang berhasil memimpin daerahnya  dan maju seperti  Walikota Tanjung Pinang.

Keempat, bertambah besarnya jumlah populasi perempuan.  Di Jakarta dan Jakarta Selatan sebagai contoh, jumlah populasi perempuan lebih besar daripada laki-laki’  Ini peluang besar. Lihat Statistik Penduduk Menurut Jenis Kelamin di DKI Jakarta dibawah ini:

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Provinsi DKI Jakarta

Tahun

2009

2008

2007

2006

2005

Jumlah Pria (jiwa)

4.520.111

4.491.392

4.460.325

4.427.512

4.394.244

Jumlah Wanita (jiwa)

4.702.889

4.654.789

4.604.266

4.522.204

4.498.102

Total (jiwa)

9.223.000

9.146.181

9.064.591

8.949.716

8.892.346

Pertumbuhan Penduduk (%)

2

1

1

Kepadatan Penduduk (jiwa/Km²)

13.925

13.809

13.400

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Provinsi DKI Jakarta

Region

Kategori

Jumlah Penduduk (Jiwa)

2009

2008

2007

2006

2005

Jakarta Barat Jumlah Pria (jiwa)

1.073.923

1.067.093

Jumlah Wanita (jiwa)

1.147.320

1.135.579

Total (jiwa)

2.221.243

2.202.672

Jakarta Pusat Jumlah Pria (jiwa)

453.535

450.651

Jumlah Wanita (jiwa)

448.681

444.089

Total (jiwa)

902.216

894.740

Jakarta Selatan Jumlah Pria (jiwa)

1.079.475

1.072.637

Jumlah Wanita (jiwa)

1.080.163

1.069.136

Total (jiwa)

2.159.638

2.141.773

Jakarta Timur Jumlah Pria (jiwa)

1.192.077

1.184.496

Jumlah Wanita (jiwa)

1.256.576

1.243.717

Total (jiwa)

2.448.653

2.428.213

Jakarta Utara Jumlah Pria (jiwa)

711.717

707.191

612.389

604.737

601.567

Jumlah Wanita (jiwa)

759.946

752.189

585.581

576.230

572.368

Total (jiwa)

1.471.663

1.459.380

1.197.970

1.180.967

1.173.935

Kepulauan-Seribu Jumlah Pria (jiwa)

9.384

9.234

Jumlah Wanita (jiwa)

10.203

10.099

Total (jiwa)

19.587

19.333

Total

Jumlah Pria (jiwa)

4.510.727

4.482.068

612.389

604.737

601.567

Jumlah Wanita (jiwa)

4.692.686

4.644.710

585.581

576.230

572.368

Total (jiwa)

9.203.413

9.126.778

1.197.970

1.180.967

1.173.935

Harapan Perempuan Menjadi Pemimpin Daerah dan Indonesia

Besarnya  peluang (opportunity) terhadap kaum perempuan untuk meningkatkan partisipasi dalam dunia politik seperti dikemukakan di atas, dan sudah terbukti dalam sejarah Indonesia di era Orde Reformasi, pernah ada seorang perempuan menjadi Presiden RI, maka sebagai sosiolog, saya  menaruh harapan besar terhadap perempuan untuk tampil memimpin daerah dan Indonesia.

Untuk bisa menjadi pemimpin yang berhasil, maka kaum perempuan harus melakukan .  Pertama, harus dipersiapkan dan mempersiapkan diri sejak dini, mengikuti pendidikan dari Sekolah Dasar sampai Universitas (S1, 2 dan 3) pada sekolah-sekolah yang berkualitas baik dan sudah mempunyai nama.

Kedua, berlatih menjadi pemimpin organisasi pelajar, mahasiswa, organisasi kepemudaan, organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah, NU dan lain-lain.

Ketiga, menjadi pemimpin partai politik.   Ini penting karena partai politik merupakan instrument dalam negara demokrasi.   Walaupun partai politik di Indonesia, masih mengandung banyak kelemahan, tetapi tetap diperlukan.  Kaum perempuan sebaiknya memasuki partai politik untuk berjuang memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan partai politik.

Keempat, memperkuat iman dan ketakwaan kepada Allah, dengan melatih diri menjalankan berbagai perbuatan yang baik untuk membangun masyarakat, bangsa dan Negara ini, dan berjuang keras menjauhi segala perbuatan yang melanggar hukum negara, hukum agama dan hukum adat. Salah satu perbuatan yang harus dijauhi seperti  perbuatan korupsi.

Kelima,  menjadi pemimpin yang selalu membela, melindungi dan membantu rakyat.

Dengan melakukan lima hal yang disebutkan diatas, maka insya Allah akan terpilih calon-calon pemimpin dari kalangan perempuan.  Melalui seleksi dalam pemilihan umum, insya Allah akan muncul  para anggota parlemen di DKI Jakarta serta  anggota parlemen dari daerah pemilihan DKI Jakarta yang lebih amanah (terpercaya),   sidiq (jujur), fathanah (cerdas)  dan tabligh (canggih dalam berkomunikasi dengan rakyat)., serta Walikota/Wakil Walikota, Gubernur/Wakil Gubernur, dan bahkan Presiden/Wakil Presiden dari DKI Jakarta.

Untuk mewujudkan harapan mulia diatas, kaum perempuan di Jakarta harus bisa mengambil peran besar yang dimulai dengan berpartispasi dalam Pemilukada DKI Jakarta pada 11 Juli 2012, mulai dari proses kampanye, menjaga keluarga dan lingkungan supaya masyarakat tidak terlibat dalam politik uang (money politic), berpartisipasi memilih para calon Gubernur/Wakil Gubernur, ikut mernyaksikan dalam penghitungan suara dan jika perlu ikut mencatat, menjaga keamanan dan lain sebagainya.

Kesimpulan

Dalam mengakhiri tulisan ini, saya ingin menyampaikan kesimpulan sebagai berikut:

1)      Kaum perempuan harus mempersiapkan diri dengan terus-menerus meningkatkan kualitas individu dalam ilmu pengetahuan, kemampuan berorganisasi dan memimpin, sehingga memberi  keyakinan kepada masyarakat bahwa yang bersangkutan memiliki kapasitas (kecakapan), dan kapabilitas (kemampuan) untuk menjadi pemimpin.

2)      Menjadi pemimpin perempuan dapat dipersiapkan mulai dari sekolah dasar, menengah pertama dan atas, sampai di universitas.  Dengan ikut aktif di berbagai organisasi intra seperti OSIS, BEM, dan organisasi ekstra universiter seperti HMI, GMNI, organisasi pemuda seperti KNPI, dan organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah, NU dan lain-lain, maka berarti secara sadar kaum perempuan telah mempersiapkan diri menjadi pemimpin.

3)      Bagi mereka yang tidak berkesempatan melatih dan menempa diri berorganisasi di masa sekolah, tidak ada kata terlambat karena bisa mengikuti berbagai kegiatan pembinaan yang dilakukan Kesbangpol Jakarta Selatan seperti sekarang ini untuk meningkatkan kecakapan dan kemampuan ilmu pengetahuan dalam rangka partisipasi pembangunan demokrasi.

4)      Dalam demokrasi, partisipasi perempuan amat diperlukan karena jumlahnya sangat besar, melebihi jumlah laki-laki di DKI.   Oleh karena itu, menghadapi pemilukada DKI pada 11 Juli 2012, diharapkan kaum perempuan di DKI Jakarta, dapat berpartisipasi secara  aktif untuk menyukseskan pelaksanaan pemilukada, dengan menjadi pemilih, peserta kampanye, mencegah terjadinya politik uang, turut menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan, sehingga terpilih Gubernur/Wakil Gubernur DKI Jakarta yang dapat melanjutkan dan meneruskan pembangunan di ibukota Negara Republik Indonesia yang kita cintai ini.

——————————————–

*  Tulisan ini adalah  makalah yang disampaikan penulis dalam Forum Peningkatan dan Pengembangan  Politik Perempuan di Kota Administrasi Jakarta Selatan, pada 19 April 2012, di Hotel Taman Aer, Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat.

Dr. Musni Umar, SH., M.Si adalah Profesor Sosiologi, menyelesaikan Ph.D  pada Fakultas Ilmu Sosial dan Kemanusiaan, Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM).  Sekarang menjadi Direktur Eksekutif Institute for Social Empowerment and Democracy (INSED), dan  pengajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Nasional Jakarta.

Read Full Post »

Mengenang Laksamana TNI Purn. Soedomo

Laksamana Purn. Soedomo

“Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan akan kembali kepadaNya.”

Kalimat itu kita sampaikan untuk menghantarkan  kepergian almarhum  Laksamana TNI Purn. Soedomo, yang pada hari ini 17 April 2012 pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya.

Laksamana TNI Purn. Soedomo yang pernah memegang kekuasaan yang besar dan tinggi di Indonesia, sebagai Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) Laksamana TNI (Purn) pada tahun 1980 an,  pasti  memiliki banyak kebaikan dan kesalahan.

Dalam rangka ta’ziah, mengiringi kepulangannya diharibaan Allah yang Maha Kuasa,  kita mendoakan semoga kebaikannya selama memegang kekuasaan, setelah pensiun dan tobat diterima oleh Allah dan segala  kesalahan dan kekhilafannya,  dimaafkan oleh mereka yang pernah disakiti,  diperlakukan tidak manusiawi dan Allah mengampuni dosa-dosanya.

Kenangan Tidak Terlupakan

Almarhum Laksamana TNI Purn. Soedomo selaku Kopkamtib, dapat dikatakan sebagai pelaksana  pembubaran institusi dewan mahasiswa dan penangkapan para pimpinan dewan mahasiswa serta  pembredelan 6 surat kabar.

Dalam buku Memoar Eddie M. Nalapraya “Jenderal Tanpa Angkatan” yang disunting Ramadhan KH, Iskadir Chotob dan Feris Yuarsa (2011) disebutkan “Tindakan mengatasi aksi-aksi mahasiswa sesuai rekomendasi segera dilakukan Kopkamtib dengan melancarkan Operasi Kilat berupa: pembubaran institusi Dewan Mahasiswa dan berlangsung pula penagkapan terhadap para pemimpin mahasiswa di seluruh Indonesia, serta pembredelan terhadap enam surat kabar yang dipandang masih terus memanaskan situasi.  Kendati demikian, perlawanan mahasiswa berlangsung terus, penangkapan besar-besaran tidak dapat dihindarkan.

Di seluruh Indonesia ratusan mahasiswa ditahan. Di Bandung, tentara bahkan menyerbu kampus ITB dan Unpad.  Di Jakarta tidak kurang dari 199 orang ditahan. Mereka ditahan di Kampus Kuning, Bekasi. Yang ditahan adalah para pimpinan dewan mahasiswa dari perguruan tinggi negeri seperti Lukman Hakim (UI), Indra K. Budenani (alm.), Bram Zakir (alm.), Doddy Ch. Soeriadiredja (alm.) Soekotjo Soeparto (UI), Chudari Hamid dan Sulaiman Hanmzah (IKIP), Zulkarnain Djabar dan Haryono Yusuf (IAIN), dan pimpinan dewan mahasiswa universitas/perguruan tinggi swasta seperti Umar Said (Unas), Maruli Gultom (UKI), Musfihin Dahlan (STP), Musni Umar (PTIQ), Qomari Anwar dan Umar Marasabessy (UM), Ahmadi Nur Supit (Univ. Jakarta),  dan Evert Matulessy, Krisnan Moelyono (AIKP).

Selain itu, ditahan pula pmpinan organisasi mahasiswa extra universiter seperti Chumaidy Syarif Romas, Martunus Haris (HMI), Achmad Bagdja (PMII), Chris Siner Key Timu dan Lopez Da Lopez (PMKRI), dan Alwi (GMNI), serta sejumlah tokoh seperti Arief Rachman,  AM Fatwa, Ismail Suny, HR Dharsono.

Silaturrahim ke Pak Domo

Beberapa tahun setelah Indonesia memasuki Orde Reformasi, para  mantan tahanan Kampus Kuning,  menemui almarhum Soedomo dikediamannya di Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Mereka yang bertemu beliau diantaranya  Soekotjo Soeparto, Musni Umar, Krishnan Moelyono, Endon Syahbuddin, Taufik Achmad, dan  Musfihin Dahlan.  Dalam pertemuan yang penuh kekeluargaan, kita membincangkan berbagai hal. Salah satu yang terungkap dari beliau, bahwa dimasa menjabat sebagai Kopkamtib, beberapa aktivis mahasiswa dibantu untuk melanjutkan pendidikan master dan doktoral di luar negeri.

Beliau mengatakan, kalau saya (penulis) menemui beliau pasti dibantu untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri. Saya meresponnya dengan ketawa sambil bercanda.  Amat disayangkan, pertemuan itu tidak berlanjut, karena masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri.

Pertemuan saya terakhir dengan  beliau ketika  shalat Jum’at di Masjid Al Ihsan, kawasan Mayestik, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Beliau kelihatan sangat khusyu, selain shalat Jumat, juga shalat sunat dan baca wirid.

Kesimpulan

Laksamana TNI Purn. Soedomo merupakan salah satu pemimpin di masa Orde Baru yang mengakhiri perjalanan hidupnya dengan khusnul Khatimah (akhir yang baik).

Tugas yang diembannya sebagai Kopkamtib tentu banyak bersalah kepada banyak orang, gonta-ganti isteri dan bahkan agama. Akan tetapi setelah pensiun, beliau bertobat dan menerjunkan diri dalam kegiatan dakwah dan penyerahan diri kepada Allah dengan banyak beribadah.

Semoga beliau termasuk hamba Allah sesuai firmanNya: “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhan dalam keadaan redha dan diredhai, masuklah ke dalam golongan hamba-hambaku dan masuklah ke dalam  syurgaku.”

* Musni Umar, Ph.D adalah Aktivis Dewan Mahasiswa/Senat Mahasiswa 77/78, mantan tahanan Kampus Kuning.

Read Full Post »

Pemprov. DKI Sebaiknya Bentuk Komisi Beasiswa

Musni Umar, Ph.D

Sebagai sosiolog saya menyambut gembira rencana Pemerintah Provinsi DKI memberlakukan wajib belajar  12 tahun di DKI Jakarta karena APBD DKI mampu membiayai.

Akan tetapi pada saat yang sama sebaiknya Pemprov. DKI membentuk komisi beasiswa  untuk mengkoordinasikan dan memberikan beasiswa kepada anak-anak miskin secara terpadu dan memonitor kemajuan pendidikan mereka.

Hal tersebut sangat penting karena wajib belajar 9 tahun yang membebaskan biaya pendidikan di Sekolah Dasar (SD)  dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), kebanyakan anak-anak miskin tidak bisa mengikutinya karena orang tua mereka tidak mampu membeli baju seragam, sepatu, buku, alat tulis, dan memberi uang transport serta uang jajan/makan.

Akibatnya pendidikan mayoritas anak-anak miskin Indonesia sekarang baru setingkat tamat SD/Ibtidaiyah, umumnya drop out dan tidak bisa melanjutkan pendidikan.  Seharusnya pendidikan anak-anak miskin Indonesia mayoritas sudah setingkat SMP/stanawiyah, sebab  wajib belajar 9 tahun sudah diberlakukan beberapa tahun setelah Orde Reformasi.

Untuk mewujudkan pemerataan pendidkan dan tingkat pendidikan anak-anak miskin Indonesia, caranya hanya satu, beri beasiswa yang cukup kepada mereka dan kirim  untuk belajar di sekolah-sekolah terpadu didaerah lain.

Untuk itu diperlukan adanya komisi beasiswa yang bertugas mengkoordinasikan dan merealisasikan pemberian beasiswa kepada anak-anak miskin yang cerdas, memiliki semangat maju dan rajin.

Sumber pendanaannya dari  berbagai perusahaan daerah di DKI dalam rangka Corporate Social Responsibility (CSR). Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) dan masyarakat peduli pendidikan.

Anak-anak miskin yang memperoleh beasiswa diwajibkan mengikuti pendidikan di daerah lain yang jauh dari orang tua mereka, karena anak-anak miskin tidak hanya perlu ilmu pengetahuan, tetapi juga budaya baru yang dinamis, progresif dan penuh optimis,  jauh dari budaya miskin yang berkembang dan berakar dilingkungan keluarga mereka.

Read Full Post »

Musni Umar: TKI Harus Dites Kejujuran

TKI Harus Dites Kejujuran

Kamis, 12 April 2012, 08:01 WIB
TKI Harus Dites Kejujuran
Ratusan TKI antre di BNP2TKI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tenaga kerja Indonesia (TKI) di negara manapun mereka bekerja wajib mengutamakan kejujuran dalam bekerja, karena mereka adalah duta bangsa Indonesia di luar negeri.

“Kalau mereka jujur dan bekerja baik, tidak hanya yang bersangkutan memperoleh penghargaan dan nama baik, tetapi juga bangsa dan negara Indonesia. Sebaliknya, kalau mereka tidak jujur, nama baik bangsa dipertaruhkan,” papar Anggota Eminent Persons Indonesia-Malaysia, Musni Umar, Kamis (12/4).

Ia mencontohkan beberapa kasus hukum yang berakar dari ketidakjujuran TKI. Seperti kasus Atik Yuli Hastuti, pembantu rumah tangga (PRT) di Singapura yang dihukum dua tahun penjara karena mencuri uang majikannya sebesar S$248 ribu atau sekitar Rp 1,8 miliar (Straitstimes, 22/3/2012). Begitu juga kasus Luluk Tanjiyah (32 tahun), dan Udayah (40 tahun), keduanya pembantu rumah tangga keluarga Ibrahim di Sentul, Kuala Lumpur, dilaporkan ke polisi dan menjadi buronan dengan tuduhan mencuri perhiasan, barang mewah milik majikan seharga RM 205.500 atau Rp1,5 miliar (Today, 5/4/2012).

“Dua kasus pencurian di negara tetangga tersebut patut disesalkan dan sepatutnya menjadi pelajaran untuk tidak diulangi karena perbuatan tiga TKI itu merusak nama baik yang bersangkutan,” ujar Musni. Tidak mustahil terkena getahnya ke seluruh TKI serta nama baik bangsa dan negara Indonesia.

Sosiolog UI ini juga mengingatkan agar seluruh TKI di Malaysia pada khususnya dan dimanapun mereka bekerja supaya selalu mengutamakan kejujuran dan kerja yang baik. Selain itu, ia berharap supaya TKI yang mau ditempatkan untuk bekerja di keluar negeri, selain dilakukan tes psikologi, juga tes kejujuran.

“Tidak hanya jiwanya yang dites sehat, tetapi juga kejujurannya terutama yang akan bekerja sebagai PRT,” sarannya.

Read Full Post »

Tawuran Pelajar dan Pemecahannya oleh Musni Umar, Ph.D

Musni Umar, Ph.D

Tawuran pelajar kembali meletus di Jakarta Barat pada 6 April 2012 antar  pelajar SMP,  dan korbannya  seorang polisi yang sedang bertugas  melerai para pelajar yang sedang tawuran.

Untuk membincangkan masalah tersebut, Mas Pagi dari  RRI Pro 3 pukul 21,30 tgl 6 April 2012 mewawancarai saya sebagai  Sosiolog dengan menanyakan tentang masalah tawuran pelajar yang kembali marak dan menurut mas Pagi telah menjadi budaya, apa penyebab dan solusi pemecahannya.

Saya mulai menjawab pertanyaan dengan menegaskan bahwa tawuran pelajar belum sampai tahap menjadi budaya, walaupun tawuran sangat sering dilakukan, tetapi belum sampai menjadi budaya.

Kita harus mencegah jangan sampai menjadi budaya, karena tawuran merupakan perbuatan tidak baik, melanggar hukum,  UU, agama, adat istiadat  serta berlawanan dengan aspirasi dan harapan masyarakat yang menginginkan kedamaian dan ketenangan.

Penyebab Tawuran

Para pakar sosial telah sering mengemukakan bahwa tawuran pelajar, yang juga banyak dilakukan para siswa dan mahasiswa, penyebabnya banyak sekali.  Paling tidak disebabkan pertama, faktor lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.  Kedua, faktor lingkungan sosial ekonomi dan mungkin juga politik.

Lingkungan di mana pelajar hidup dan bergaul tidak memberi kedamaian dan ketenangan serta harapan, sehingga mereka mengalami depresi, stres dan cemas.  Untuk menghilangkan gangguan perasaan jiwa akibat depresi, stres dan cemas, mereka melampiaskannya antara lain dengan tawuran.

Dalam banyak kasus, persoalan kecil saja mereka bisa terlibat tawuran.  Penyebab ketiga, faktor solidaritas – membela kawan.   Keempat, menunjukkan keberanian.  Dikalangan mereka, bisa disisihkan dari lingkungan pergaulan kalau tidak berani tawuran.  Maka tawuran merupakan sarana untuk membuktikan diri sebagai pemberani.

Kelima, faktor diajak teman.  Sebagai wujud pertemanan, maka jika diajak  tawuran, sulit untuk tidak mengikuti ajakan.

Keenam, faktor mencari pengalaman.  Ada juga yang ikut tawuran sekedar untuk mencari pengalaman. Daripada diceritakan teman, lebih baik ikut tawuran untuk mencari pengalaman.

Ketujuh, faktor mempertahankan harga diri.  Jiwa anak muda pada umumnya temperamental dan emosional.  Dengan dalih untuk menjaga harga diri dan mempertahankan hak, tanpa fikir panjang, ikut tawuran.

Pemecahan Tawuran

Pemecahan tawuran, mutlak dilakukan dengan cara menghilangkan berbagai faktor yang dialami dan dirasakan pelajar.  Untuk itu, diperlukan  kerjasama lintas institusi dan lintas program.  Orang tua, sekolah, pemerintah, dan masyarakat melalui komite sekolah harus bekerjasama memecahkan persoalan yang dihadapi pelajar.

Pemecahan masalah yang dihadapi pelajar, siswa dan bahkan mahasiswa, sebaiknya tidak melalui pendekatan punishment (hukuman) dengan menghakimi mereka, menjustifikasi, dan memberi stigma negatif, tetapi diperlukan upaya merangkul, mendekati mereka sambil memberi pencerahan, penyadaran dan pengarahan.

Pada saat yang sama, setiap orang tua, guru, dan komite sekolah harus secara reguler berdialog dengan mereka, memberi kasih sayang dan perhatian.  Sangat penting setiap guru, sebelum memberi mata pelajaran dikelas harus selalu didahului  dengan memberi pencerahan, penyadaran dan optimisme   dengan merujuk perkembangan terkini dalam lingkungan sosial, ekonomi, politik dan keamanan.

Terakhir dan amat penting ialah mendorong seluruh pelajar untuk kembali kepada agama masing-masing dengan mengajak untuk mengamalkan ajaran agama seperti shalat, zikir, puasa, berzakat dan bersedekah,  sehingga tingkat depresi, stres dan cemas bisa dikurangi dan dihilangkan.

Read Full Post »

Older Posts »